Blog Ratih Poeradisastra Tentang Buku-Buku Biografi dan Dunia Eksotika Di Sekelilingnya
Senin, 24 Agustus 2015
Paulo Coelho dan Kearifan-Kearifan Itu
Itu sebabnya sangat penting membiarkan hal-hal tertentu berlalu.
Lepaskan saja. Biarkan.
Manusia perlu memahami bahwa hidup ini tak pasti.
Kadang kita menang, kadang kita kalah.
Jangan harapkan imbalan, jangan harapkan pujian atas usahamu, jangan harapkan kejeniusanmu dikenal orang atau cintamu dimengerti.
Tutup lingkarannya.
Bukan karena gengsi, ketidakmampuan, atau arogansi, melainkan apa pun hal itu, itu sudah tak sesuai lagi dengan hidupmu.
Tutup pintu, hapus catatan, bersihkan rumah, buang debu.
Berhentilah menjadi dirimu yang dulu dan jadilah dirimu yang sekarang.
Aku bertanya kepada langit, pertanyaan-pertanyaan seperti yang pernah kutanyakan
kepada ibuku pada waktu aku masih kecil:
Mengapa ada orang-orang yang kita cintai
dan ada yang kita benci?
Kemana kita pergi setelah mati?
Kenapa kita dilahirkan kalau akhirnya kita harus mati?
Apakah arti Tuhan?
Padang rumput menjawab dengan suara angin yang tak kunjung berhenti. Itu sudah cukup kutahu bahwa pertanyaan-pertanyaan paling mendasar mengenai kehidupan tak ‘kan pernah terjawab dan bahwa kita, bagaimana pun, harus tetap melangkah maju...
Sumber : The Zahir.
Paulo Coelho
adalah seorang novelis Brasil. Ia merupakan salah satu penulis dengan karya yang paling banyak dibaca di dunia saat ini. Lahir: 24 Agustus 1947.
Senin, 17 Agustus 2015
Peci Sang Proklamator
Soekarno ( 6 Juni 1901 - 21 Juni 1970 ) |
Untuk penerbitan otobiografi sendiri, Soekarno mengatakan : “Sebuah otobiografi tak berbeda dengan pembedahan mental. Sangat sakit. Melepas plester pembalut luka-luka dari ingatan seseorang dan membuka luka-luka itu, banyak diantaranya yang mulai sembuh terasa perih.”
Pada 4 Juni 1927 Soekarno mendirikan dan memimpin Partai Nasional Indonesia. Ia mendirikan partai itu bersama beberapa pelajar yang baru pulang dari studi di Belanda. Pada 1920an kaum intelektual itu lebih suka membiarkan kepalanya terbuka, karena hal itu dianggap modern.
Soekarno lalu menganjurkan pemakaian peci di dalam partainya. Ia mengantisipasi konflik yang bisa timbul antara golongan tradisonal yang memegang adat memakai tutup kepala dan para terpelajar yang enggan memakainya.
Ia ingin partainya tetap kompak, tidak ada konflik karena tidak menghormati adat. Ia juga ingin menghormati para pejuang kemerdekaan. “Kita memerlukan simbol dari kepribadian Indonesia. Peci ciri khas bangsa Melayu. Mari kita angkat kepala tinggi-tinggi dan memakai peci sebagai lambang Indonesia merdeka!” katanya.
Sejak itu semua pria selalu memakai peci pada pertemuan partai. Peci yang semula hanya dikenakan golongan muslim, pada 1920an mulai menjadi ciri khas kaum nasionalis.
Bahkan para pelajar Indonesia yang sedang studi di Belanda ikut tren mengenakan peci. Mereka menggunting topi hitamnya agar berbentuk peci karena di Eropa sulit mendapatkannya.
Soekarno memakai jas dan peci untuk menunjukkan kesetaraan bangsa Indonesia dengan bangsa Belanda. Melalui peci Soekarno juga ingin menyatukan berbagai golongan. Sampai kini peci menjadi simbol nasional.
Di dalam rapat partai sambil mengenakan pecinya ia lantang mengatakan: “Janganlah kita melupakan tujuan kita. Para pemimpin berasal dari rakyat, bukan berada di atas rakyat!”
Sabtu, 15 Agustus 2015
Melinda Gates
Melinda French Gates dan Bill Gates |
Kelahiran Dallas, Texas, 15 Agustus 1964.
Dia bertemu dengan Bill Gates ketika ia mulai bekerja di Microsoft. Mereka menikah kemudian di tahun 1994 dan mendirikan Bill & Melinda Gates Foundation untuk meningkatkan kondisi kesehatan di seluruh dunia, menghapuskan kemiskinan di berbagai daerah termiskin di dunia, memajukan pendidikan, dan menyediakan teknologi untuk perpustakaan.
Pasangan ini menerima gelar kehormatan dari University of Cambridge pada 12 Juni 2009. Mereka menyumbang US$ 210 juta untuk mendirikan Gates Cambridge Trust pada tahun 2000.
Bill Gates, penemu Microsoft dan menjadi salah satu pria terkaya di dunia, selalu menyisihkan keuntungannya dalam jumlah besar untuk kegiatan sosial. Istrinya yang lahir pada 1964 memilih untuk mengisi hidupnya bagi kemanusiaan.
Buku biografi mereka antara lain ditulis oleh Greg Roza, Bill and Melinda Gates : Making a Difference: Leaders Who Are Changing the World (2014).
Selamat Beristirahat Dalam Damai, Pak Zuhal
Prof. DR. Zuhal, MSc ketika menjabat sebagai Direktur Utama PLN. |
Istrinya, Syahlina Latif, ingin memberikan hadiah ulang tahun yang ke-60 kepada Zuhal berupa buku biografi. Ramadhan KH (almarhum) dan saya kemudian diminta untuk mewujudkan kado istimewa itu. Demi menghargai istrinya, Pak Zuhal mau ditulis biografinya asalkan diberi tambahan beberapa makalah yang ditulisnya sendiri. Judulnya : Zuhal 60 Tahun: Jejak Perjalanan dan Pikirannya (Pustaka Sinar Harapan, 2002. 327 Halaman).
Zuhal lahir di Cirebon pada 5 Mei 1941. “Ia tidak mau memakai roki, pakaian tradisional Minang pada acara pernikahan kami,” kata istrinya. Meski begitu ia memperkenalkan CAD (Computer Aided Design) kepada para pengrajin bordir di Sumatera Barat.
Dengan komputer dapat diciptakan berbagai macam corak atau motif bordir. Ini membuat industri bordir di sana semakin berkembang. Zuhal juga menciptakan Zopplan (Zuhal Optimum Planning), piranti lunak untuk optimasi sistem pembangkit tenaga listrik. “Kami suka lagu First of May,” kata istrinya.
Pemain drum. Zuhal adalah mahasiswa Teknik Elektro ITB yang melanjutkan kuliahnya di Jepang. Selama di negeri sakura, ia sangat dekat dengan Sumitro Djojohadikusumo yang pada waktu itu bermukim di sana. Zuhal dan para mahasiswa Indonesia di Jepang menganggap Sumitro sebagai guru mereka.
Para mahasiswa itu juga aktif bermain band di sana dan Zuhal menjadi drummer. Zuhal taat menjalankan shalat, tapi juga ikut membantu bila ada perayaan Natal. Ia dan teman-temannya juga menggalang dana untuk pembangunan mesjid Salman di Bandung.
Pendiri universitas. Zuhal menyumbangkan ilmunya di BPPT, menjadi Dirut PLN, menjadi Direktur Jenderal Listrik dan Pengembangan Energi, dan menjadi pengajar di Fakultas Teknik Elektro di UI. Ia juga menjadi pendiri Universitas Al Azhar Indonesia.
Hari ini, 15 Agustus 2015, Prof.DR. Zuhal MSc., kembali kepada Allah. Ia dimakamkan di dekat makam Ainun Habibie di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Selamat beristirahat dalam damai, Pak Zuhal.
Selasa, 11 Agustus 2015
Ketika Warga Belanda Itu Dipulangkan
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaaan, Belanda tetap tidak mau mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Bahkan Irian Barat (kini Papua) tidak diserahkan Belanda kepada pemerintah Indonesia.
Pada 5 Desember 1957 Presiden Soekarno meminta semua orang Belanda meninggalkan Indonesia.
Ratusan perusahaan Belanda di Indonesia diambil alih oleh pemerintah Indonesia, termasuk perusahaan pertambangan, perkebunan, perbankan, pelayaran, pabrik, perusahaan makanan, percetakan, jawatan kereta api, Radio Nederland, dan lain-lain. Para buruh mogok massal, semua orang Belanda di Indonesia mendadak kehilangan pekerjaan.
Toko-toko tidak mau lagi melayani orang Belanda. Di tembok-tembok jalan ditulis; “Usir anjing Belanda.” Para pemuda berteriak-teriak: “Belanda mesti mati.” Orang-orang Belanda yang sudah turun temurun tinggal di Indonesia mendadak dipulangkan ke negeri asalnya. Ribuan penumpang diangkut dengan kapal laut ke Belanda dan ini berlangsung sampai beberapa bulan, bahkan masih berlanjut sampai tahun-tahun berikutnya.
Sejak kemerdekaan Indonesia pada 1945 sampai 1960 jumlah warga negara Belanda yang dipulangkan ratusan ribu jiwa. Banyak di antara mereka yang belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di Belanda. Kakek buyut mereka adalah orang Belanda yang lahir dan dibesarkan di Indonesia.
Mereka tiba pada musim dingin setelah menempuh perjalanan selama sebulan. Itulah pertama kalinya mereka merasakan musim dingin setelah nyaman berpuluh tahun di negeri tropis. Ratu Juliana dan Palang Merah menyambut mereka yang datang ke negeri asalnya dalam keadaan tak punya rumah dan pekerjaan.
Mereka ditampung di kamp tentara di desa Budel. Pemerintah Belanda kemudian memberi mereka rumah atau kamar sewa yang sangat kecil. Tidak lagi tinggal di rumah luas seperti pada waktu mereka tinggal di Indonesia.
Mereka memiliki status sosial tinggi di Indonesia, disebut “Tuanku” oleh penduduk pribumi. Tapi mereka menjadi bukan siapa-siapa di negeri sendiri. Mendapat pekerjaan juga sulit karena ijazah mereka dianggap tidak setara dengan penduduk Belanda. Namun bertahun-tahun kemudian mereka akhirnya dapat hidup sejajar dengan warga Belanda lainnya.
Pada 1962 Irian Barat berhasil dikembalikan ke pangkuan ibu pertiwi. Komodor Yos Soedarso gugur dalam usia 36 tahun pada peristiwa merebut Irian Barat dari Belanda. Hubungan Indonesia – Belanda dapat membaik setelah pertemuan Presiden Soekarno dengan Menteri Luar Negeri Belanda, Joseph Luns, pada 25 Juli 1964 di Istana Bogor.
Pada 5 Desember 1957 Presiden Soekarno meminta semua orang Belanda meninggalkan Indonesia.
Ratusan perusahaan Belanda di Indonesia diambil alih oleh pemerintah Indonesia, termasuk perusahaan pertambangan, perkebunan, perbankan, pelayaran, pabrik, perusahaan makanan, percetakan, jawatan kereta api, Radio Nederland, dan lain-lain. Para buruh mogok massal, semua orang Belanda di Indonesia mendadak kehilangan pekerjaan.
Toko-toko tidak mau lagi melayani orang Belanda. Di tembok-tembok jalan ditulis; “Usir anjing Belanda.” Para pemuda berteriak-teriak: “Belanda mesti mati.” Orang-orang Belanda yang sudah turun temurun tinggal di Indonesia mendadak dipulangkan ke negeri asalnya. Ribuan penumpang diangkut dengan kapal laut ke Belanda dan ini berlangsung sampai beberapa bulan, bahkan masih berlanjut sampai tahun-tahun berikutnya.
Sejak kemerdekaan Indonesia pada 1945 sampai 1960 jumlah warga negara Belanda yang dipulangkan ratusan ribu jiwa. Banyak di antara mereka yang belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di Belanda. Kakek buyut mereka adalah orang Belanda yang lahir dan dibesarkan di Indonesia.
Mereka tiba pada musim dingin setelah menempuh perjalanan selama sebulan. Itulah pertama kalinya mereka merasakan musim dingin setelah nyaman berpuluh tahun di negeri tropis. Ratu Juliana dan Palang Merah menyambut mereka yang datang ke negeri asalnya dalam keadaan tak punya rumah dan pekerjaan.
Mereka ditampung di kamp tentara di desa Budel. Pemerintah Belanda kemudian memberi mereka rumah atau kamar sewa yang sangat kecil. Tidak lagi tinggal di rumah luas seperti pada waktu mereka tinggal di Indonesia.
Mereka memiliki status sosial tinggi di Indonesia, disebut “Tuanku” oleh penduduk pribumi. Tapi mereka menjadi bukan siapa-siapa di negeri sendiri. Mendapat pekerjaan juga sulit karena ijazah mereka dianggap tidak setara dengan penduduk Belanda. Namun bertahun-tahun kemudian mereka akhirnya dapat hidup sejajar dengan warga Belanda lainnya.
Pada 1962 Irian Barat berhasil dikembalikan ke pangkuan ibu pertiwi. Komodor Yos Soedarso gugur dalam usia 36 tahun pada peristiwa merebut Irian Barat dari Belanda. Hubungan Indonesia – Belanda dapat membaik setelah pertemuan Presiden Soekarno dengan Menteri Luar Negeri Belanda, Joseph Luns, pada 25 Juli 1964 di Istana Bogor.
Langganan:
Postingan (Atom)